Menyebar Bibit-bibit Kebajikan

Menyebar Bibit-Bibit Kebajikan

Oleh: Sramanera Sakya Sugata

Terdapat suatu kisah inspiratif bagi kita semua, yang mungkin terjadi di setiap negara dimana ada ‘Pahlawan Lingkungan’ berada, guna memberikan sumbangsihnya pada Dunia yang sedang berjuang melawan Global Warming.

Puluhan tahun yang lalu, sekelompok anak pencinta lingkungan, menyadari bahwa ada sebagian gunung yang telah gundul, dan gersang, dimana tidak ada lagi pohon-pohon besar yang tumbuh di sana. Tempat mereka bermainpun semakin sedikit dan tidak lagi seindah dahulu.

Suatu hari, pada saat menjelang malam, Dalam perjalanan pulang, mereka berpapasan dengan seorang kakek tua yang sedang tertatih-tatih membawa skop kecil dan sebuntal karung, diam-diam mengali setiap tanah yang dilewatinya, setiap kali berpapasan dengan mereka, kakek tua itu hanya tersenyum sendiri dan bernyanyi seorang diri, tanpa memperhatikan kehadiran mereka sang kakek terus melanjutkan pekerjaannya. Anak-anak yang melihat tingkah lakunya berpikir bahwa kakek itu mengalami ganguan jiwa dan segera meninggalkannya.

Waktupun terus berlalu, akhirnya mereka baru menyadari kehadiran sosok kekek tua itu hanya muncul di waktu menjelang senja. Suatu hari mereka karena rasa penasarannya mengikuti setiap gerak-gerik kakek tua itu. Dengan bernyanyi riang dan dengan penuh hati-hati kakek tua itu mengali lubang di tanah dan kemudian mengambil sesuatu dari karungnya dan kembali menimbunnya kembali dengan tanah yang digalinya. Demikian setiap tiga langkah kakek itu akan berhenti dan melakukan pekerjaan yang sama.
Sampai akhirnya malam pun menjelang, kakek tua itu kembali pulang dengan tertatih2. Esok harinya Anak-anak yang penasaran kembali menguntili si kakek dan mereka segera pengerubungi kakek tua itu dengan berbagai pertanyaan.
“Kakek tua, apa yang kakek lakukan setiap malam di gunung yang tandus ini?” tanya seorang anak.
Si kekek pun menjawab ringan:”Cucuku tidakkah kau sadari gunung ini bertambah gundul? Sejak kakek dilahirkan, ketika kakek seumuran kalian hutan inilah yang menjadi tempat bagi kami untuk bermain, tetapi sekarang karena keserakahan manusia, semua binatang pun kehilangan habitatnya.” Sambil menyeka keringat kakek itu melanjutkan ceritanya:”Sebelum saya meninggal sia-sia, setidaknya saya telah melakukan hal yang berarti untuk kalian kelak, setiap malam hari saya menanam banyak bibit pohon di sini, Di kaki gunung ini setidaknya saya telah menyebar ratusan ribu bibit pohon, mungkin hanya sepersepuluhnya yang dapat bertahan hidup, dan mungkin yang dapat menjadi pohon yang besar hanya sepersepuluhnya juga dari yang bertahan hidup. Mungkin saya tidak akan dapat melihat mereka tumbuh besar dan menjadi pohon yang besar untuk menghiasi hutan ini kembali, karena usia yang sudah sangat renta ini, tetapi setidaknya saya dapat melihat mereka tumbuh berkecambah dan menjadi pohon kecil yang pasti suatu saat akan dapat kalian rasakan.”

Semua anak-anak yang mendengarkan cerita tersebut terdiam tanpa bahasa, orang yang mereka pikir mengalami gangguan kejiwaan ini, ternyata sosok manusia yang berhati mulia, dan tanpa disadari air mata mengalir membasahi pipi mereka, mereka semua tanpa di komando memeluk kakek yang tubuhnya sangat lemah tersebut, dan mereka segera membantu pekerjaan kakek demi mewujudkan harapan terakhirnya.

Tiga puluh tahun telah berlalu, anak-anak yang dulu kecil telah menjadi sosok dewasa, dan telah lama meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di daerah lain, suatu saat mereka kembali pulang untuk berkumpul reunian. Mereka terkejut dan mendapatkan pemandangan indah yang mereka saksikan, hutan gundul yang tandus telah menjadi hutan yang subur dengan pohon-pohon besar yang tumbuh dengan gagahnya. Mereka semua mengingat kembali kenangan saat mereka kecil tentang sosok Alm Kakek Tua yang Berhati Mulia.

Cerita di atas hanya sepenggal cerita dari buku yang pernah saya baca.
Banyak cerita inspirasi dan motivasi yang sejenis, tetapi sudahkah kita merenungkan arti dan makna yang terkandung di dalamnya?

Dalam menjalankan kehidupan ini, banyak hal-hal kecil yang terdengar sepele yang kita tidak sadari manfaatnya yang besar, berapa sering kita menghabiskan waktu untuk memberikan kesenangan pada diri sendiri, sangat amat jarang memikirkan kepentingan orang banyak.

Jangan mudah menyerah dalam mengerjakan suatu hal, tetap kerjakan dan tidak perlu dipikirkan apa hasilnya, karena seperti cerita diatas puluhan ribu bibit yang disebar, seandainya sudah ada sepersepuluhnya yang berhasil sesuai dengan apa yang diinginkan itu sudah jauh dari cukup, tetapi harus tetap semangat menyebar terus bibit-bibit kebajikan.

Kebanyakan dari kita sering melihat dan menilai seseorang dari tampak luarnya, jarang sekali untuk mengerti pemikiran orang lain, sifat yang sesungguhnya dari orang lain, karena kita sendiri sering tidak mengenal diri sendiri.

Kesalahpahaman memang sering terjadi dalam dunia ini, kita sering diam-diam melakukan hal yang positif tetapi dinilai orang sebagai sesuatu yang negatif, jangan khawatir dan jangan menyerah, selama kita melakukan sesuatu yang benar, tidak merugikan diri sendiri dan merugikan orang lain, teruskanlah pekerjaanmu.
Segala bibit yang ditanam dan disebarkan pasti akan ada hasilnya.

Jangan ragu untuk terus berbuat kebajikan selama kebajikan itu akan bermanfaat bagi dirimu sendiri dan orang lain. Selama buah dari perbuatan baik itu tidak dapat kau nikmati saat ini, tetapi itu tetap akan berbuah di masa mendatang.
Demikianlah di bawah ini ada syair penutup yang saya buat tentang menanam:

Petani menanam padi untuk disajikan sebagai nasi di meja makan kita.
Tukang kebun menanam buah untuk memenuhi kebutuhan gizi atas konsumsi buah kita.
Peladang menanam palawija untuk kebutuhan sayur mayur kita.
Peternak menanam kotoran hewan dan sampah organik untuk menjadi pupuk alami.
Pendendam menanam bibit kebencian yang hanya akan memperpanjang siklus dendam dan benci.
Pemarah menanam bibit emosi kemarahan yang hanya akan menunggu waktu meledaknya pembuluh darah.
Perampok menanam kekayaan orang lain yang tidak dapat dinikmati hasilnya dengan tenang dan bahagia.
Pemalas menanam bibit kemalasan yang tidak akan menuai keberhasilan dalam hidupnya.
Pelajar menanam bibit kepandaian untuk menjadi seorang terpelajar.
Pembuat kebajikan akan menanam bibit-bibit unggul kehidupan, yang suatu saat akan menjadi pelindungnya yang memberikan kebahagiaan tiada tara.
Pelatih Sang Jalan menanam bibit dharma untuk memperoleh kebijaksanaan nantinya.

Apa yang kau tanam itulah yang akan kau petik pula….
tanamlah sebanyak-banyaknya bibit unggul nan subur
sehingga bila masa panen tiba,
buah kebahagiaan tidak akan pernah habis kau petik.

Jangan pernah selalu membandingkan tanaman orang lain dengan tanaman kita sendiri…
masing-masing orang memiliki cara dan perawatannya sendiri
rawatlah bibit dan tanaman kita sendiri, kembangkanlah taman hati kita…
agar selalu dipenuhi dengan bunga-bunga keindahan jiwa…
yang akan memancar dan memberikan keharuman pada siapapun yang dapat merasakannya.
Hanya mereka yang mengerti hal ini akan saling menghargai sesama…
bersama dalam merawat taman surga di dunia…….
Taman kebajikan yang muncul dalam setiap insan.

Ditulis untuk Majalah GD edisi Juni-Agustus 2009

www.muditacenter.com