Buddha Amitabha dan Sukhavati

Buddha Amitabha dan Tanah Suci Sukhavati

Namo Sakyamuni Buddhaya
Namo Amitabha Tathagataya

Salam hangat sahabat,

Amitabha Sutra…..
Kenapa dunia itu disebut Tanah Suci Sukhavati?
Karena disana sudah tiada penderitaan lagi.
Barang siapa hendak mencari jalan untuk menuju kesana, hendaknya sekarang juga lepaskan keakuan diri.

Semua dasar hati (makhluk baik atau jahat) adalah hati Buddha.
Seperti susu kental, mentega, keju, berasal dari susu murni.
(pemurnian batin juga harus lewat saringan)

Sama seperti Buddha di tiga masa berasal dari jati diri kita juga.
Jati “diri” semua makhluk tidaklah berbeda dengan Buddha.
Hanya saja terselimut ilusi kabut keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan yang membentuk tirai ego yang semu pada dasarnya..

Sebagaimana beragam perhiasan seperti mahkota, kalung, botol, piring, materi dasarnya adalah logam mulia/emas,
“Penyusun dasar kesadaran” semua makhluk adalah keBuddhaan tanpa cela itu sendiri.
Hanya saja karena tidak menyadari, saling membenci dan menyakiti..

Tanah Suci Sukhavati sangat jauh (sewaktu tersesat), sebenarnya tiada jarak sama sekali (ketika sadar).
Setiap saat, baik yang suci atau orang awam bisa mencapai tujuan yang sama (Nirvana melalui Tanah Suci Sukhavati).

Beranjali sambil menundukkan kepala menyembah keagungan Buddha (yang sebenarnya diri sejati kita),
bercahaya bagaikan bintang, rembulan dan matahari, terpujilah Sang Loka Dipa (Penerang Semesta).

Bernyanyi melantunkan pujian mengagumi kharismatik Sang Bhagava, laksana kilatan halilintar,menggemuruh menggetarkan kalbu.

Sebagaimana Interaksi antara rembulan dan cerminan air danau akan menyebabkan sang bungkuk lebih cepat menyadari keberadaan bulan dilangit (dengan melihat bayangan bulan di air),
demikianlah makhluk yang tersesat dan merasa tertinggal sendiri, dapat mengenali jatidiri KeBuddhaan didalam batinnya dengan melihat para Buddha dan Bodhisattva Mahasattva yang telah sempurna.

Sebagaimana pusaran awan putih yang senantiasa berarak mengitari puncak gunung, demikianlah para Buddha dengan kesabaran tanpa batas mengelilingi masing-masing makhluk yang masih belum tersadar, menemaninya, menantinya membuka hati yang sebenarnya penuh dengan kasih dalam menerima perlindungan dari Mereka Yang Telah Sadar dan Maha Mengasihi tanpa mebeda-bedakan semua mkahluk.

Para Buddha dan Bodhisattva membantu umat mengarungi lautan samsara (tumimbal lahir) menuju Pantai Seberang (Nirvana), dengan mengandalkan nama agung Amitabha Buddha yang tak melainkan Buddha-Buddha lainnya.

Ketahuilah sahabat, para Buddha tidaklah banyak melainkan satu, bukan satu, melainkan Maha Kesatuan.

Maha Kesatuan, adalah pelampauan dualitas sempit, melampaui “Satu” itu sendiri, melapui “banyak” itu sendiri, karena melampaui “satu” dan “banyak”, Ia dinyatakan Sunyata, Ia dinyatakan, Sang “Tathagata” artinya “Yang Tak pernah Datang dan Tak Pernah Pergi”.

Ialah yang sesungguhnya merupakan Maha Menemani semua makhluk, tanpa membeda-bedakan, Tanpa bersyarat, Tanpa harus menerima pengakuan dari semua makhluk…

Dari dasar neraka Avici hingga puncak Surga Arupa Brahma,
Tiada, tiada, sesungguhnya tiada, yang tidak tertemani olehNya..
Tiada, tiada, sesungguhnya tiada, yang tidak terkasihi olehNya..
Tiada, tiada, sesungguhnya tiada, yang tidak ditungguiNya untuk mencapai Kesadaran Tertinggi, KeBuddhaan..

Seperti suara burung Kalavinka yang merdu dari gunung Himalaya,
Gaung nama akbar Amitabha Buddha menentramkan, meredam lembut semua suara.
(kekacauan batin teredam sekejap ketika kita mendengar gaung lembut nama Buddha)

Angin sepoi-sepoi menerpa pepohonan permata seiring melantunkan harmoni surgawi,
Wewangian aroma lembut Mandarava (bunga sempurna) menghiasi keagungan Tanah Suci Sukhavati.

Gatha (syair) ribuan slokha (bait) terkumandangkan untuk memuliakan Amitabha Buddha..
Amitabha Buddha dengan tubuh bercahaya keemasan,
Berwujud anggun dan bercahaya tiada bandingnya..

UrnaNya (permata di tengah dahi) yang putih melingkari 5 Gunung Sumeru (5 Galaksi),
Mata indah unguNya menentramkan gejolak 4 Maha Samudera..

Dari cahaya AuraNya tercerminkan berkoti nayuta (koti: 10.000.000, nayuta: 100.000.000.000) Buddha (sebab semua Buddha sebenarnya tidak melainkan satu, dan yang “satu” tidak melainkan Sunyata nan Sempurna),
Terjelma pula para Bodhisattva yang tak terhitung jumlahnya.

Empat puluh delapan prasetya maha agung menolong semua makluk,
Sembilan tingkat bunga teratai kelahiran di Surga Sukhavati merupakan jembatan menuju pencapaian Parinirvana Sempurna.

Mari sahabat, kita bersujud kepada Maha Maitri dan Maha Karuna Tanah Suci Barat Sukhavati,
Namo Amitabha Buddha, Amitabha Tathagata, Amitabha Buddhaya…

Semua sengsara (penderitaan karena penderitaan; penderitaan karena kebahagiaan sesaat; penderitaan karena kebingungan batin) timbul karena keserakahan (lobha), tapi tidak ada yang tahu kenapa keserakahan ini bisa timbul?

Semua sengsara (penderitaan karena penderitaan; penderitaan karena kebahagiaan sesaat; penderitaan karena kebingungan batin) timbul karena kebencian (dvesa), tapi tidak ada yang tahu kenapa kebencian ini bisa timbul?

Semua sengsara (penderitaan karena penderitaan; penderitaan karena kebahagiaan sesaat; penderitaan karena kebingungan batin) timbul karena kegelapan batin (moha), tapi tidak ada yang tahu kenapa kegelapan batin ini bisa timbul?

Semua makhluk sengsara semata karena makhluk yang mewujud, telah lupa akan jati dirinya, yang pada dasarnya adalah tidak berbeda dengan keBuddhaan Amitabha Buddha.

Semua makhluk sengsara semata karena makhluk yang mewujud, telah lupa, bahwasanya semua khayalan (kelahiran, kematian, berbagai alam kehidupan) yang timbul tenggelam adalah godaan Mara belaka.

Mengingat Buddha Amitabha adalah untuk mengingatkan diri, bahwa diri sejati yang tanpa inti adalah Buddha Amitabha.
Memanggil Buddha Amitabha adalah memanggil diri, yang merupakan Amitabha sejati.

Ajaran jalan tengah,

Ada kelahiran dan kematian, ada Nirvana (tiada lahir, tiada mati)
Alam ilusi, terdapat ilusi lahir dan mati.
Dharma sejati, tiada kelahiran tiada kematian.

Mengapa tiada mati dan lahir? karena mati dan lahir adalah ilusi berkepanjangan dari inti diri yang tertipu tentang keberadaannya.
Menyadari bahwa sebenarnya tiada inti ego, seketika terlepas dari ilusi lahir dan mati.

Untuk menyadari bahwa sebenarnya tiada inti ego, perlu terlebih dahulu melepas genggaman (kemelekatan) pada batang (pandangan salah) yang dilingkari ular beracun (nafsu ragawi).

Jati diri Dharma atau Buddha,
Suci murni, tak tergoyahkan.
Keajaiban yang luar biasa.

Sebenarnya, Buddha bahkan melampaui “suci” itu sendiri, sehingga Ia ternyatakan Maha Suci, mengapa dapat melampaui kesucian? Karena “suci” sendiri merupakan dualitas dari “kekotoran”.
Suci, akan kotor juga pada akhirnya, dibawah kekuasaan Tiga Corak Hukum Semesta (Tilakkhana: Anicca, Dukkha, Anatta)

Sunyata, bagai hampanya angkasa yang luas yang tak akan terkotori apapun lagi. Itulah Pelampauan kesucian.

Karena melampaui kesucian, Ia Tak Terkotori.
Karena melampaui kesucian, Ia Tak Meninggalkan Yang Kotor. (sebab, makhluk suci bagai air, makhluk kotor bagai minyak)
Karena melampaui kesucian, Ia Tak Menjauh dari Yang Kotor.
Tak Terkotori dan Tak Meninggalkan, dan Tak Menjauh, Ialah, Sang Tathagata, Yang disebut Maha Suci Sesungguhnya.

Sebenarnya setiap makluk memilikiNya dalam dasar batinnya…dan telah sempurna adanya..!

Karena tidak sadar, lantas timbul khayalan,
beranggapan ilusi itu nyata, lupa pada jati diri dan selalu menguber harta benda.

Karena terikat harta, nama, dan nafsu, melakukan berbagai tindakan atas dasar kehendak (menciptakan karma).

Karena terjebak jeratan karma yang bertubi-tubi,
Maka timbul tenggelam diantara 6 alam tumimbal lahir (3 alam sengsara dan 3 alam senang sementara).

Dari dulu kala sampai sekarang tidak pernah putus,
Harus diketahui kelahiran berasal dari jodoh karma (baik atau buruk) yang matang,

Tapi jati diri tidak lahir bersama jodoh (tubuh, nama-rupa),
kematian juga karena jodoh sudah habis, dan jati diri tidak ikut mati bersama jodoh (tubuh, nama-rupa).

Mereka yang mengalami kelahiran karena dorongan karma, seperti kebanyakan makluk yang tersesat,

Karena telah menumpuk karma akibat lobha, dosa, dan moha yang menggunung.
Mengalami tumimbal lahir yang semu, salah pengertian tentang kelahiran dan kematian.

Tentang hakekat jati diri ini, seperti pantulan cermin, perubahan warna mutiara.

Cermin asalnya polos, mutiara tiada celanya.
Cermin dan yang berkaca saling berinteraksi, tapi tidak merusak gambaran dalam cermin, datang pergi dalam cermin ini, seperti jodoh kelahiran dan kematian.

Melekati bayangan pada cermin, bagai hendak memaksa bayangan tetap ada setelah tiada benda, demikianlah orang yang tertutup debu kebodohan menginginkan kesejatian segala fenomena yang anicca-berubah tanpa batas.

Jadi para Buddha dalam proses kelahiran dan kematian hanya berfokus pada “yang” ketidak-lahiran, ketidak-matian. Sunyata.

Para makhluk dalam proses yang sama sebaliknya melihat proses kelahiran dan kematian, ini hanya perbedaan antara “tersesat” dan “sadar” saja, tapi hasil akhirnya jauh sekali.

Sebagaimana perbedaan persepsi satu derajat, dapat berselisih jarak tahunan cahaya setelah menyeberangi semesta..

Sebenarnya kelahiran itu tiada jati diri, tiada kelahiran juga tiada jati diri.

Bagi yang SADAR proses kelahiran dan kematian itu tidak ada, bagi yang masih tersesatkan, proses kelahiran dan kematian itu berputar terus.

Hanya ada yang sadar dan sesat, arti sama sebutan berbeda.

Meskipun demikian adanya,

Buddha Sakyamuni adalah jati diri kita (semua makhluk), maka jati diri kita (semua makhluk) adalah Buddha Sakyamuni.

Buddha Amitabha adalah jati diri kita (semua makhluk), maka jati diri kita (semua makhluk) adalah Buddha Amitabha.

Buddha Maitreya adalah jati diri kita (semua makhluk), maka jati diri kita (semua makhluk) adalah Buddha Maitreya.

Semua Buddha adalah jati diri kita (semua makhluk), maka jati diri kita (semua makhluk) adalah semua Buddha.

Perbedaan hanyalah pada NamaNya, namun, NamaNyalah yang berkekuatan menyeberangkan semua makhluk..

Sebab, makhluk yang awam melekati nama, dari pelekatan nama dibantu mengarah pada substansi KeBuddhaan, itulah Upaya Kausalya dari Yang Maha Welas Asih, Buddha.

Tanah Suci Sukhavati ada disini, disini adalah Tanah Suci Sukhavati.

Bila disini bukan Tanah Suci Sukhavati, tidaklah mungkin ada yang mencapainya selagi nafas masih dikandung badan.

Kalau bukan karena perbedaan yang sadar dan sesat, mana mungkin ada perbedaan antara yang suci dan yang awam.

demikianlah proses kelahiran dan kematian itu berlanjut terus menerus.
Tanah Suci Sukhavati tidak pernah melarang siapapun melangkah masuk.

Tak disangka dari 6 alam tumimbal lahir,
Bunga teratai sedang mekar menanti kelahiran seseorang disana ( Tanah Suci Sukhavati)…

Apakah syarat terlahir sementara ke Sukhavati sebelum mencapai Kebenaran Tiada Lahir, Tiada Mati, Nirvana?

Namo Amitabha Buddha, Amitabha Buddhaya, Amitabha Tathagataya..

Iringilah nafasmu senantiasa, dengan namaNya dalam hati,
maka namaNya akan mengiringi nafasmu hingga berakhir di raga..

Iringilah detak jantungmu senantiasa, dengan namaNya dalam hati,
maka namaNya tidak akan meninggalkanmu ketika detak tak lagi terasa di raga..

Iringilah pikirmu senantiasa, dengan namaNya dalam hati,
maka namaNya akan membawa pikiranmu pada pelepasan pikiran melalui…

Sunyata, Nirvana tertinggi, yang diajarkan Ia Yang Telah Sadar, di kondisi yang sangat kondusif dibanding dimensi fana ini…Tanah Suci Sukhavati..

Para Pencapai Sukhavati yang masih berbadan raga pada dunia saha ini, senantiasa melatih Praktek Agung Samantabhadra,
menjunjung teladan nan rendah hati pada semua makhluk,
melayani untuk sempurna, sempurna untuk melayani..

Tanpa meninggalkan untuk menjadi Yang Maha Tidak Meninggalkan..
Senantiasa mengasihi untuk menjadi Yang Maha Mengasihi..

1, Memuja dan Menghormati semua Buddha (Puja tertinggi adalah melalui pikir, ucap dan laku yang murni)

2, Memuji keagungan Para Tathagata (Pujian teragung adalah yang menyebabkan mulut makhluk lain mendengungkannya)

3, Senantiasa melatih persembahan Agung (Cinta kasih dan kebijaksanaan Bodhi, adalah persembahan teragung)

4, Mengakui dan mempertobatkan segenap kesalahan (Pertobatan sempurna adalah tekad semata-mata pada kesempurnaan yang diiringi semangat pantang mundur)

5, Turut Bergembira segala kebajikan
6, Memohon Para Buddha memutar Roda Dharma
7, Memohon Para Buddha menunda Parinirvana
8, Bergiat mempelajari Buddha Dharma
9, Pengabdian menyeluruh kepada semua makhluk
10, Melimpahkan Jasa Kebajikan demi kebahagiaan semua makhluk

Menyanjung tak terhingga Buddha ratna.
Menyanjung tak terhingga Dharma ratna.
Menyanjung tak terhingga Sangha ratna.

Sukses melatih diri dalam waktu berkalpa-kalpa.
Penampilan yang tinggi tegap kharismatik dan bercahaya keemasan.

Bhagava dengan kemampuannya sendiri berhasil menjadi Buddha di puncak gunung Sumeru.
Dari UrnaNya memancarkan cahaya putih yang terang menderang.

Menemani, menopang, membantu bangkit semua makluk yang terpuruk dijalur 6 alam tumimbal lahir.

Semoga Nama Amitabha dan Sukhavati senantiasa terkumandangkan.
Setiap makhluk memiliki jati diri tak melainkan Amitabha, dalam hati setiap makhluk terdapat tanah suci Sukhavati yang belum tersadari.

Mengingat sejak dulu kala sampai hari ini, karena kilesa berperan,
maka sad indriyani berputar melekati yang maya.
Berbuat sesuka hati, mengikuti ego kemauan diri dan berbuat dosa.

Karma jasmani, membunuh, perbuatan keji, korupsi dan berselingkuh, karma ucapan, bicara kasar, berdusta, adu domba dan merayu, Karma pikiran (niat),keserakahan, kebencian dan kemelekatan yang mendalam.

Karena ketiga faktor lobha, dosa, dan moha ini.
Maka kondisi matangnya karma spontan terjadi.

Timbul tenggelam dalam 6 alam tumimbal lahir, hari esok menjadi tidak dapat diprediksi.
Jika hendak melepaskan diri, harus mengandalkan kekuatan pertobatan dan menyesali.

Agar pencemaran Sad indrayani ( mata, telinga, hidung, lidah, badan dan pikiran ) sirna seketika.
Agar obyek penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, sentuhan dan fenomena jadi suci bercahaya.

Hendak berikhtiar lahir ke Tanah Suci Sukhavati, sepenuhnya tergantung pada kemauan / tekad.

Karma buruk yang telah aku perbuat sejak dulu kala.
Semuanya berawal dari lobha, dosa, dan moha.
Yang timbul dari perbuatan, ucapan dan pikiran.
Pasa saat ini dihadapan Buddha aku menyatakan menyesal dan bertobat.

Aku mengumandangkan ikrar untuk menolong semua makluk yang tak terhitung banyaknya.
Aku mengumandangkan ikrar untuk kilesa (kekotoran batin) yang tak terhingga.
Aku mengumandangkan ikrar untuk mempelajari Buddha Dharma yang tiada tara.
Aku mengumandangkan ikrar untuk akan sukses menyadari Ke-Buddha-an.

Mengandalkan 48 Prasetya (Ikrar Suci) Amitabha yang maha karuna dan welas asih,
maha prasetya yang luar biasa, menuntun semua makluk yang berada di sepuluh penjuru alam semesta.

Siapa saja yang menyadariNya dan menumbuhkan keyakinan yang tulus dengan menyebut namaNya senantiasa, semuanya akan terlahir disana.

Bagi yang yakin, yakin akan tanah suci Sukhavati dalam hati,
yakin pada Amitabha Buddha dalam jati diri sejati,
menuntun semua makhluk, dan yakin kita semua selalu berkesempatan untuk terlahir disana sebelum menapak pada Parinirvana..

Kebenaran sejati tak kan terdapatkan dari luar diri,
maka keyakinan demikian ini adalah keyakinan yang sesungguhnya.
Yakinlah bahwa Engkau adalah Buddha yang belum sadar,
Yakinlah bahwa Hatimu adalah Tanah Suci Sukhavati sesungguhnya.

Ketika Keyakinan, Ikrar, dan Pelaksanaan
(upaya penyetaraan, pencerminan pikiran ucapan dan laku Amitabha Buddha melalui diri ini) tersatu padu, engkaulah Amitabha, yang menciptakan Tanah Suci Sukhavati bagi semua makhluk.

Semoga semua makluk hidup dapat terlahir di dalam 9 tingkat bunga teratai Tanah Suci Sukhavati.

Semoga senantiasa berbahagia sehingga dapat selalu menebarkan bibit kebahagiaan pada semua makhluk
Amithofo
__/\__
Salam Mudita
SV.10.06.2013

— with Neng Xiu.