Renungan dari Hati Seorang Ibu.
Oleh -Sramanera Sakya Sugata
Ditulis untuk Buletin Muda-Mudi Vihara Pluit Dharma Sukha Dalam Acara hari Ibu
Hari ini adalah tepat hari ibu, aku ingin menulis semua disini sebagai renungan bagiku atau siapapun yang membacanya…
Apakah peranan seorang ibu dari jaman ke jaman selalu sama? Tentu tidak, jaman semakin maju maka peranan wanita semakin penting dan berarti dalam mengisi kehidupan ini. Tetapi semakin lama semakin berat rasanya peranan seorang ibu sekaligus menjalani kehidupan sebagai wanita karir.
Kusadari jaman terus berubah dengan cepat, segala kondisi tidak lagi sama, dahulu kami harus patuh kepada orang tua, dan sebagai anak-anak tidak ada yang berani melawan orang tuanya, tetapi anak-anak sekarang sangat berbeda, mereka sulit sekali mendengar nasihat dari kedua orang tuanya.
Bila dulu sosok seorang ayah begitu ditakuti, sekarang ayah malah menjadi tempat pengaduan bila para ibu memberi hukuman kepada anaknya. Bila dulu guru begitu dihargai, sekarang dapat dipastikan orang tua murid begitu melindungi anak-anaknya, dan para guru lebih mendengar orang tua muridnya dari pada melihat kenyataan kesulitan para siswa yang semakin sulit diatur.
Memang semua tidak lagi sama…
Dahulu orang tua dapat melahirkan banyak anak, tetapi saat ini untuk mendidik dan merawat seorang anak saja susahnya setengah mati, biaya hidup yang mencekik leher, belum lagi perkembangan ilmu pengetahuan dan biaya hidup yang semakin besar membuat aku kesulitan untuk mengatur keuangan. Anak-anak yang hanya tahu main.. main … dan main, sering menuntut untuk dibelikan mainan yang harganya selangit. Padahal mainan kami dulu hanyalah terbuat dari apa yang ada disekitar kami, itu pun sudah bahagia rasanya, bermain bersama teman-teman yang penuh canda tawa. Saat ini anak-anakku hanya bermain sendiri di kamarnya, bermain dengan permainan komputer yang serba canggih. Lupa dengan tugasnya sebagai pelajar dan sebagai anak di rumah.
Bila dahulu kami menanti orang tua untuk makan bersama di meja makan, anak-anak jaman sekarang sulit sekali disuruh makannya. Kadang hati ini meringis untuk merawat anak-anak jaman sekarang. Mereka terkadang jauh lebih pandai dari orang tuanya. Pendidikan anak TK saja sudah jauh lebih susah dari pada pendidikan kami dulu yang nyata-nyata hanya bermain. SD sudah mengecap pendidikan SMP, dan pelajaran SMA sudah sangat sulit sekali untuk aku ikuti.
Terkadang kasihan dengan anak-anakku, Sepulang sekolah sudah sore masih harus ikut kursus ini kursus itu, bila tidak ikut, maka akan ketinggalan pelajaran. Pulang sudah petang dan itu pun sudah harus mengerjakan pekerjaan rumahnya. Belum lagi mereka tidak mau lagi untuk belajar di rumah karena seharian habis waktunya untuk belajar, maka setibanya di rumah waktunya dihabiskan di depan televisi atau di depan komputer.
Sebagai orang tua pun kami memiliki dilemanya sendiri, hubungan rumah tangga pun semakin sulit untuk dijaga, kesibukan masing-masing dan teknologi yang semakin maju dengan adanya jejaring sosial internet dan BlackBerry juga merupakan suatu fenomena baru. Hiburan baru bagi para orang tua, obat stress dan pengisi waktu luang. Tapi hal ini juga menjadikan masalah baru bagi mereka yang tidak dapat mengunakan waktu dan kebijaksanaannya. Mengingat jarak antara teman tidak lagi menjadi jarak, dengan messenger yang menjadikan hubungan persahabatan begitu dekat, sehingga terasa ada yang menemani dalam setiap saat. Teman-teman yang jauh dan hampir hilangpun dapat berjumpa kembali, bercakap dan bercanda kembali. Di jalan, di mobil, di rumah dimanapun dapat membuat para orang tua melupakan sejenak masalah berat yang harus dipikulnya.
Hanya terkadang kemajuan teknologi ini menjadi buah simalakama, ketika para suami telah keluar dari koridor dan tanggungjawabanya sebagai suami, dan ketika kaum perempuan yang kesepian akhirnya tergoda oleh mereka yang bukan suaminya, kehidupan terasa hampir kacau dibuatnya. Peranan orang ketiga dan keempat begitu mudah masuk dalam sebuah rumah tangga. Terkadang masalah-masalah dan fenomena ini sangat membuat pusing kepala. Tentunya tidak semua orang tua yang menghadapi masalah seperti ini. Semoga saja demikian. Tetapi inilah fenomena yang harus kami hadapi.
Anak-anak mencontoh orang tuanya, orang tua belajar dari anaknya. Semua memiliki tugas dan tanggungjawabnya sendiri. Harus bijaksana dalam menyikapi segala permasalahan hidup.
Bila dahulu persoalan kehidupan begitu mudah diatasi, sekarang membutuhkan orang-orang yang bijaksana untuk membimbing agar kita semua tidak salah dalam mengambil keputusan. Agama memang harus tetap menjadi pedoman hidup agar tidak keluar dari jalur dan jalan yang benar. Ikatan anak dan orang tua, juga harus tetap terjaga agar tidak ada kesalahpahaman, yang malah menyebabkan anak berontak kepada orang tuanya dan lari dari rumah. Ikatan suami isteri juga sama harus disikapi dengan bijaksana, bila tidak hubungan yang sudah dingin akan menjadi retak dan hancur dalam kepingan dan serpihan emosi dan egois manusia.
Untuk itulah kehidupan ini harus diimbangi dengan kemajuan spritual, dimana aturan dan norma-norma kehidupan tetap menjadi ’penjaga’ dalam bertingkah laku dan bermasyarakat. Dengan melangkah pada jalan kebenaran, maka harapan dari semua kaum ibu di dunia akan tercapai, yaitu memiliki keluarga yang harmonis, bahagia dan bebas dari pertengkaran, perpecahan dan keributan rumah tangga.
Melatih dan mempraktekan cinta kasih, kasih sayang, rasa simpati dan kebijaksanaan di dalam rumah yang sesungguhnya. Menjadikan hidup terasa lebih hidup. Saling menghargai dan menghormati satu dengan lainnya, membuat anak-anak merasa di dengar suaranya, para suami juga merasa di hargai dan tentunya kaum ibu akan selalu berbahagia. Keceriaan di dalam polosnya wajah anak-anak akan menjadi penghiburan di kala hati sedang lara. Senyuman dan ketulusan dari orang yang dicintai akan menjadi menyemangat dalam menjalani kehidupan ini. Kehangatan dan kasih sayang akan selalu terpancar di hati. Maka Keluarga akan bahagia, Lingkungan akan tentram dan bangsa ini akan damai. Mari kaum ibu sekalian kita berjuang untuk menjadi ibu yang bijaksana, yang memiliki cinta kasih dan kasih sayang dalam mengisi kehidupan ini. Menjadi suri tauladan bagi anak-anak di negeri ini. Karena Ibu adalah pahlawan di rumah bagi anak-anaknya.
Catatan Penulis:
Tulisan ini hanyalah sekedar renungan belaka, dengan mengambil seorang Ibu sebagai Subyeknya, bila ada kesamaan cerita atau penafsiran, ini hanyalah kebetulan adanya, sesuai dengan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat. (NX’22.12.10)