Saat sang induk burung betina mengerami telurnya, dengan setia tidak meninggalkan sarangnya, Induk burung jantan dengan ketulusannya pergi mencari makan dan segera kembali ke sarang untuk menyuapi isterinya dengan penuh kasih sayang.
Saat telur burung menetas, anak_anak burung pun bermanjaan menyambut kehangatan induknya, dan sang induk bergantian memberikan perlindungan pada anak2nya.
Saatnya sang ibu pergi mencarikan makan untuk anak-anaknya yang kelaparan di dalam sangkar. Ia rela menahan lapar sebelum anaknya kenyang.
Setelah anak-anak tumbuh besar, sang ayah akan mengajarkan anak-anaknya terbang, dan dengan kesabaran menyambut anak-anaknya yg jatuh dan memberinya semangat untuk terus belajar terbang.
Saat semua telah bisa terbang, burung-burung itu memiliki kebebasannya untuk mengarungi dunia, tiada kemelekatan dan tiada pamrih, demi kebahagiaan semuanya mereka belajar untuk terus bertahan hidup dan terbang bebas melihat keindahan alam bebas.
Bagaimana dengan kita? Sudahlah filosofi burung menjadi renungan hidup bagi kita?
Manusia jauh lebih berhati mulia dari pada burung, Ada burung-burung tertentu, ketika anaknya lahir cacat, maka induknya langsung mendepak sang anak dari sarangnya, dan anak burung yg tidak mampu bertahan hidup akan segera mati.
Tidak dapat dipungkiri, ada manusia yang mengaborsi anaknya sebelum kelahirannya di dunia, atau menelantarkan anak yang sudah dilahirkanya, ada juga yang tega membuang anaknya ke tong sampah, atau dihanyutkan di sungai.
Tentu masih banyak orang tua yang memiliki cinta kasih, kasih sayang dan kebijaksanaan pada anak-anaknya. Kebahagiaan Keluarga jauh diatas segalanya. Semoga Semua Bahagia adanya, semoga semua selalu damai, tentram dan bahagia.
Amitofo,
Neng Xiu