Kusam wajahmu, tiada lagi kehangatan disana. Lesung pipitmu terlihat semakin kempot,
keriput mulai menguasai wajahmu, Penyakit itu semakin hati semakin mengerogoti tubuhmu,
wahai ibunda tercinta…
Tiada lagi tangan-tangan nan lembut yang bisa memeluk dan menciumku setiap harinya, yang tersisa hanyalah tangan-tangan kaku penuh dengan selang infus di rumah sakit.
Tiada lagi senyuman manismu yang selalu mengantar hari-hariku, tersisa senyuman getir menahan sakit.
Tiada lagi wajah penuh bersahaja yang selalu menguncarkan doa untuk suami dan anak-anaknya tercinta, hanya ada wajah penuh harap untuk didoakan oleh kami semua.
Tiada lagi langkah kaki yang mantap yang selalu mengiringi langkah kakiku dalam perjalanan hidup ini, yang ada hanyalah langkah kakiku mendorong kursi roda yang menopang tubuhmu yang lemah.
Tiada lagi canda tawamu untuk bercerita tentang kehidupan dan seluruh permasalahannya,
yang ada giliran aku yang bercerita tentang dunia di luar dinding rumah sakit yang serba putih dan bau obat ini.
Tiada lagi bisa kau suapi cucu-cucumu yang masih kecil dan nakal yang walau bandel tetapi tetap kau sayangi dengan sepenuh hati, sekarang giliran kami yang menyuapimu makan dan minum.
Tiada lagi bunga-bunga yang kau petik dan kau susun untuk dipajang di ruang tamu,
yang ada hanyalah karangan bunga dari teman-teman yang datang melihat mu terbaring lemah disini.
Semua memang tidak kekal adanya, semua selalu berubah,
semua menjadi pelajaran terindah bagiku.
suatu saatpun aku akan menjalani hal yang sama denganmu.
ketika aku tua nanti, akankah aku setegar dirimu menghadapi semua itu?
akankah aku sebesar hatimu menghadapi kenyataan hidup ini?
akankah aku selalu menguncarkan doa atau sumpah serapah dalam menjalani kenyataan itu?
Aku sadar, engkau begitu mulia…
hampir tiga perempat abad waktu kau habiskan untuk berbuat kebajikan,
untuk memberikan yang terindah bagi semuanya, memberikan harapan bagi sesamamu,
hari-harimu dilewati dengan kebahagiaan walau kesedihan tidak luput kau jalani.
ketegaran hidupmu memberikan warna bagi hidupku.
Ibu yang kusayangi, kini ku tahu, sebaik-baiknya orang menjalani hidupnya,
tentu tidak akan pernah lepas dari tua, sakit, dan mati.
Aku belajar banyak darimu untuk menghadapi semuanya dengan CINTA dan KESABARAN.
Menghadapi kerutan di wajah dengan tetap tersenyum walau hanya dalam hati,
sekarang aku dapat melihat senyumanmu yang paling indah ibuku,
walau selang oksigen menempel di hidungmu, aku tahu kau tetap tersenyum.
Aku dapat melihat engkau tertawa, tertawa karena kebohohanku,
menyesali hal yang tidak perlu kusesali,
semua adalah rahasia kehidupan yang harus dijalani oleh siapapun.
Hukum sebab akibat bagi setiap insan.
Aku dapat melihat kau berdoa, bermeditasi didalam ketenangan,
walau sakit kau rasakan amat sangat,
tetapi kau tetap konsentrasi melewati detik demi detik dengan ketabahan yang luar biasa.
Aku kini melihat bila saja kau mulai berjalan, berjalan menuju kebahagiaan,
tiada beban, tiada derita, penyakit pun telah kau lepaskan, lepas bebas dan melayang ke surga.
Aku masih tidak bisa melepaskanmu, janganlah kau pergi meninggalkan kami,
tetapi Aku dapat mendengar suaramu:
“Segala yang terbentuk tidaklah kekal, akan berubah dan hancur, meninggalkan semua yang disayangi,
tetapi kebahagiaan akan mengikuti siapapun pembuat kebajikan, Aku jalan dulu anakku…..”
“Relakan aku, Aku akan berubah menjadi kupu2 setelah sekian lama ulat kecil nan buruk rupa ini menjadi kepompong di rumah sakit, biarkan aku terbang bebas demi meraih kebahagiaan”
“Selamat Jalan anakku……….. Nyanyikan aku lagu Bengawan Solo… biarlah aku pergi bersama sang maestro Gesang, pergi damai menuju pada keindahan dan kedamaian Alam Surga nan Indah”
Entah Mimpi atau tidak, yang jelas hari ini aku terbangun, aku merasakan bahwa apapun yang terjadi memang bila harusnya terjadi, kita harus bisa menerima apapun yang hadir dalam hidup ini.
Senang dan Sedih, Bahagia dan Menderita, Lahir dan Mati, Kaya dan Miskin adalah suka dan duka kehidupan yang harus kita jalani dan terima apa adanya. Berjuanglah untuk membuat hidup ini lebih hidup. Biarlah Mentari selalu menyinari Hatiku selamanya…….
Ibu…….. oh Ibu kau lah Permata Hatiku…
Bila waktunya telah tiba, Selamat Jalan…….. Bahagialah kau disana…..
Cerita Pendek ini hanyalah Fiksi belaka, ditulis untuk sekedar renungan, dan untuk menghormati Sang Maestro Alm, Bapak Gesang, marilah kita menyanyikan Lagu Bengawan Solo untuk mengantarkan beliau ke alam yang lebih bahagia. Selamat Jalan Maestroku biarlah Air mengalir sampai Jauh…
Salam Mudita,
Neng Xiu (Sakya Sugata)